Gambar ilustrasi dilansir dari steemit.com
Mana ada bohong yang boleh? jawabannya ada.
Mengapa juga berbohong sedangkan jujur itu lebih baik.
Inilah alasan kebohongan suami yang diperbolehkan dalam pandangan Islam.
Suami yang paling sedikit mendapat taufiq dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan-kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya.
Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan
Syari’at sangat memperhatikan keutuhan rumah tangga, sangat memperhatikan terjalinnya kasih sayang diantara dua sejoli, sampai-sampai syari’at membolehkan seorang suami berdusta kepada istrinya atau sebaliknya.
Selama masih dalam batasan-batasan yang dibolehkan demi untuk menjaga ikatan kasih sayang diantara mereka berdua.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda
لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidaklah halal dusta kecuali pada tiga perkara, seorang suami berbohong kepada istrinya untuk membuat istrinya ridho, berdusta tatkala perang, dan berdusta untuk mendamaikan (memperbaiki hubungan) diantara manusia” [HR At-Thirmidzi IV/331 no 1939 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani kecuali lafal (Untuk membuat istrinya ridho)]
Dilansir dari firnanda.com, berkata Ibnu Syihab, “Dan aku tidak pernah mendengar dibolehkan berdusta dari perkataan manusia kecuali pada tiga perkara, perang, mendamaikan diantara orang-orang (yang bertikai), dan perkataan seorang lelaki kepada istrinya dan perkataan seorang wanita kepada suaminya” [Atsar riwayat Muslim di shahihnya IV/2011 no 2605]
Imam An-Nawawi berkata, “Yang dzohir adalah bolehnya dusta secara hakiki pada tiga perkara tersebut, akan tetapi at-ta’riidh lebih utama”
Akan tetapi bolehnya dusta antara suami dan istri ada batasannya.
Yaitu dengan syarat tidak boleh sampai tingkat menjatuhkan hak salah seorang dari keduanya.Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh, “Adapun penipuan (kedustaan) untuk menghalangi hak suami atau hak istri atau agar suami mengambil apa yang bukan haknya atau sang istri mengambil apa yang bukan haknya maka hal ini adalah haram berdasarkan ijmak (kesepakatan para ulama)” [Umdathul Qoori XIII/270, demikian juga Ibnu Hajar menyampaikan kesepakatan ini (Al-Fath V/300)].
Namun dibolehkannya dusta antara suami istri maksudnya adalah demi menjaga kasih sayang diantara mereka.
BACA JUGA: Penting Bagi Wanita Usai Haid! Perhatikan Ini Terkait Shalat
Berkata An-Nawawi, “Adapun seorang suami berdusta kepada istrinya dan demikian juga seorang istri berdusta kepada suaminya, maksudnya adalah dalam rangka menampakan rasa kasih sayang atau untuk menjanjikan sesuatu yang tidak lazim untuk ditunaikan dan yang semisalnya” [Al-Minhaj XVI/158]
Misalnya seorang suami tatkala memakan masakan istrinya kemudian dia mendapati masakannya kurang lezat, dan biasanya seorang istri jika melihat suaminya makannya kurang selera maka ia akan bertanya,
“Makanannya kurang enak?”
Maka dalam kondisi seperti ini maka dibolehkan bagi sang suami untuk berdusta agar tidak menjadikan sang istri bersedih dan marah sehingga rengganglah cinta kasih diantara keduanya.
Hendaknya sang suami berkata“Maasya Allah masakannya lezaaat…”
Akan tetapi yang perlu diingat
Janganlah sampai suami menjadikan dusta kepada istrinya merupakan pekerjaannya sehari-hari, akan tetapi hendaknya ia berdusta tatkala benar-benar dibutuhkan dan jelas kemaslahatannya.Karena jika sang istri sampai mengetahui bahwa ia telah dibohongi oleh suaminya apalagi sampai berulang-ulang maka ia akan tidak percaya pada perkataan-perkataan suaminya dikemudian hari, dan bisa jadi ia akan jadi penuh terliputi dengan sikap buruk sangka kepada suaminya.
Demikia, Wallahu A'lam
No comments:
Post a Comment