Gambar jerat-jerat riba dilansir via yufit.tv
Sungguh ngeri dosa riba...
Bahkan dosa riba lebih berat dari dosa zina 36 kali lipat, dan sampai disebutkan bahwa dosa menjalankan riba itu setara dengan berzina ibu kandung sendiri.
Maka dari itu jauhilah riba!
Sesungguhnya riba termasuk satu dari tujuh dosa besar yang telah ditentukan Allah SWT, pelakunya juga dilaknat oleh Rasulullah SAW.
Namun tak jarang gaya hidup yang mewah dan harta yang melimpah menjadikan banyak orang gelap mata.
Mereka sudah tidak peduli lagi dengan aturan-aturan syariat. Tidak sedikit dari umat Islam yang ingin hidup bergelimang harta yang pada akhirnya terjerumus ke dalam riba.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah).
Sudah seharusnya kita sebagai umat Islam yang taat mampu menghindarkan diri dari riba.
Dilansir dari rumaysho.com, berikut ini kiat-kiat agar tidak mudah terjerumus ke dalam riba;
1. Berilmu Dulu Sebelum Membeli
Dalam bertindak, Islam selalu mengajarkan berilmulah terlebih dahulu.Dalam masalah muamalah pun demikian. Karena jika tidak diindahkan, malah bisa terjerumus dalam sesuatu yang diharamkan.
Semisal seorang pedagang, hendaklah ia paham seputar hukum jual beli. Jika ia tidak memahaminya, bisa jadi ia memakan riba atau menikmati rizki dengan cara yang tidak halal.
‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,
مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”
Lihatlah pula apa kata ‘Umar bin Khottob radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata,
لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” (Lihat Mughnil Muhtaj, 6: 310)
Hal di atas bukan hanya berlaku bagi penjual atau si pedagang, namun berlaku juga untuk pembeli. Pembeli pun harus tahu seluk beluk jual beli sebelum bertindak.
Sedikit sekali nasabah perkreditan rumah, mobil atau motor yang mengetahui bagaimanakah hakekat sebenarnya jual beli kredit yang mereka lakukan.
Awalnya rumah tersebut ditawarkan oleh pihak A, namun urusan pelunasan nantinya di Bank Perkreditan.
Ini hakekatnya bisa jadi transaksi riba atau menjual barang yang belum dimiliki secara sempurna.
Jika kita menilik transaksi tersebut, pihak perkreditan pada hakekatnya memberikan pinjaman kepada kita yang ingin membeli rumah, lalu mereka meminta kita mengembalikan pinjaman tadi secara berlebih.
Padahal para ulama sepakat, “Setiap utang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba”.
Dan saat ini perlu sekali setiap orang mendalami hakekat riba karena riba semakin diakal-akali dengan nama yang terlihat syar’i. Minimal, banyaklah bertanya pada para ulama yang lebih berilmu sehingga kita pun selamat dari riba sampai debu-debunya.
2. Mengetahui Bahaya Riba
Setelah mengetahui definisi riba dan berbagai bentuknya, mengetahui bahaya riba akan semakin membuat seorang muslim menjauhinya transaksi haram tersebut.Karena dengan mengetahui ancaman-ancaman riba, tentu ia enggan terjerumus dalam riba.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali” (HR. Ahmad 5: 225. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1033).
Dalam hadits yang lain disebutkan,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dosa riba bukan hanya berlaku bagi kreditur, pihak perkreditan atau bank, namun si nasabah atau debitur juga mendapatkan dosa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama (karena sama-sama melakukan yang haram)” (HR. Muslim no. 1598).
3. Tidak Bermudah-mudahan dalam Berutang
Islam menerangkan agar kita tidak terlalu bermudah-mudahan untuk berutang.Orang yang berutang dan ia enggan melunasinya padahal ia mampu, sungguh sangat tercela.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). Berhutanglah ketika perlu dan yakin mampu melunasinya! Karena kita pun tidak mengetahui kondisi kita nantinya, apakah kita bisa melunasi kreditan kita.
4. Milikilah Sifat Qona’ah
Tidak merasa cukup, alias tidak memiliki sifat qona’ah, itulah yang membuat orang ingin hidup mewah-mewahan.Padahal penghasilannya biasa, namun karena ingin seperti orang kaya yang memiliki smart phone mahal, mobil mewah dan rumah layak istana, akhirnya jalan kreditlah yang ditempuh.
Dan kebanyakan kredit yang ada tidak jauh-jauh dari riba, bahkan termasuk pula yang memakai istilah syar’i sekali pun seperti murabahah.
Cobalah kita belajar untuk memiliki sifat qona’ah, selalu merasa cukup dengan rizki yang Allah anugerahkan, maka tentu kita tidak selalu melihat indahnya rumput di rumah tetangga karena taman di rumah kita pun masih terasa sejuk.
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051). Kata para ulama, “Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (hati yang miskin)” (Lihat Fathul Bari, 11: 272).
Jika seorang muslim memperhatikan orang di bawahnya dalam hal dunia, itu pun akan membuat ia semakin bersyukur atas rizki Allah dan akan selalu merasa cukup.
BACA JUGA: Perhatikan, Rasulullah Melarang Tidur Seperti ini Ternyata Memang Berbahaya Bagi Kesehatan
Berbeda halnya jika yang ia perhatikan selalu orang yang lebih dari dirinya dalam masalah harta.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963).
Orang yang memiliki sifat qona’ah sungguh terpuji.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya sifat qona’ah (merasa puas) dengan apa yang diberikan kepadanya” (HR. Muslim no. 1054). Nabi kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sendiri selalu memohon kepada Allah agar dianugerahkan sifat qona’ah dalam do’anya,
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf –terhindar dari yang haram- dan sifat ghina –selalu merasa cukup-).” (HR. Muslim no. 2721).
BACA JUGA: Jangan Menceritakan "ini" Kepada Siapapun Bahkan Sampai Mati Sekalipun
5. Perbanyaklah Do’a
Memperbanyak do’a agar bisa terhindar dari yang haram, tentu saja dengan pertolongan Allah termasuk dalam masalah riba.Di antara do’a yang bisa kita panjatkan,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ
“Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot, wa tarkal munkaroot” (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran) (HR. Tirmidzi no. 3233, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Juga perbanyaklah do’a agar bisa terbebas dari utang,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom” (Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari dosa dan terlilit utang). Dalam lanjutan hadits tersebut disebutkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa beliau banyak meminta perlindungan dari utang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ، وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
“Seseorang yang terlilit utang biasa akan sering berdusta jika berucap dan ketika berjanji sering diingkari” (HR. Bukhari no. 832 dan Muslim no. 589).
Demikian, Wallahu a'lam...
No comments:
Post a Comment